Rabu, 22 Oktober 2014 1 komentar

Nilai-Nilai Budaya Jawa



Masyarakat Jawa sangat memperhatikan sikap-sikap hidup yang sederhana, penuh tanggung jawab, sangat menghargai perasaan orang lain, berbudi bawa leksana serta selalu rendah hati. Sikap aja dumeh, aja adigang, aja adigung, aja adiguna, selalu ditekankan pada masyarakat Jawa agar selalu menjadi orang yang rendah hati, berbudi baik dan menghargai orang lain.

1.      Giri lusi janna kena ingina ’tidak boleh menghina orang lain’ 

2.      Sepi ing pamrih rame ing gawe ’orang yang bekerja sungguh-sungguh tanpa menginginkan imbalan’ 
3.      masyarakat Jawa memiliki pandangan luwih becik alon-alon waton kelakon, tinimbang kebat kliwat mengandung nilai bahwa salah satu sikap hidup orang Jawa yang tidak ingin gagal dalam meraih apa yang diinginkan. Kata alon-alon di dalamnya sebenarnya tersirat makna cara. Jadi, alon-alon hanyalah cara bagaimana seseorang akan mencapai tujuan karena yang penting adalah kriteria yaitu waton kelakon (harus terlaksana) daripada kebat kliwat (tergesa-gesa tetapi gagal). 

4.      Sikap dan pandangan seorang pemimpin dalam pandangan masyarakat Jawa antara lain ialah seorang pemimpin harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani bertanggung jawab terhadap kewajibannya, hamengku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani ngrengkuh (mengaku sebagai kewajibannya dan hamengkoni dalam arti selalu bersikap berani melindungi dalam segala situasi. Jadi, seorang pemimpin dalam pandangan masyarakat Jawa itu harus selalu berani bertanggung jawab, mengakui rakyatnya sebagai bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu melindungi dalam segala kondisi dan situasi. 

5.      Ungkapan yang paling populer dalam dunia pendidikan adalah ing arsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ungkapan ini juga berasal dari bahasa Jawa dan mengandung nilai-nilai yang sangat baik untuk panutan seorang pemimpin. Apabila seseorang benar-benar ingin disebut sebagai seorang pemimpin, dia harus selalu berada di depan untuk memberikan contoh yang baik dalam bentuk sikap, ucapan, dan tindakan yang selalu konsisten. Manakala seorang pemimpin berada di tengah-tengah rakyatnya, dia harus mangun karsa (memberi semangat) agar rakyat tidak mudah putus asa jika menghadapi segala macam cobaan. Ketika dia ada di belakang dia harus selalu tut wuri handayani (mau mendorong) agar rakyatnya selalu maju. 

6.      Ketika seorang pemimpin memiliki sikap dan pandangan hidup yang baik rakyat akan selalu melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani dalam arti segala prestasi yang dicapai dalam suatu tempat atau negara akan selalu dijaga oleh rakyatnya dengan baik karena rakyat merasa ikut memiliki melu handarbeni, dan jika ada orang lain yang akan merusak tatanan yang sudah mapan, rakyat juga akan ikut membela melu hangrungkebi. Namun, semua itu dilakukan setelah mengetahui secara pasti duduk persoalan mana yang benar dan mana yang salah dengan mulat sarira hangrasa wani (mawas diri).

7.      Ungkapan lambe satumang kari samerang’anak yang dituturi atau dinasihati oleh orang tuanya tetap saja tidak menurut. Ini adalah ungkapan yang menggambarkan sifat seorang anak yang bandel dan tidak menurut pada orang tua. Sebaiknya sifat seperti itu tidak diikuti oleh generasi muda. 

8.      Ungkapan Nabok nyilih tangan secara umum bermakna seseorang ingin memfitnah atau menyakiti orang lain namun tidak berani secara langsung melainkan lewat orang lain. Sikap-sikap ini tentu saja tidak baik karena orang yang diibaratkan seperti itu adalah orang yang tidak satria dan tidak bertanggung jawab. Tetapi apa pun alasannya perbuatan yang diumpamakan seperti nabok nyilih tangan adalah perbuatan tidak baik. 

9.      Rawe-rawe rantas malang-malang tuntas’segala sesuatu yang menghalangi akan diberantas’ adalah bahwa orang Jawa yang memiliki tekad yang kuat itu bukan karena keinginan yang membabi buta tanpa penalaran dan pertimbangan perasaan melainkan sudah dipikirkan dan diperhitungkan akibat baik dan buruknya.

10.  Ungkapan sura dira jayaning rat, pangruwating diyu, lebur dening pangastuti, artinya siapa pun harus berani membasmi angkara murka untuk membela kebenaran karena adanya keyakinan bahwa angkara murka pasti dapat dikalahkan oleh kebaikan. Ungkapan itu perlu diresapi dan diketahui oleh masyarakat untuk menegakkan keadilan agar masyarakat bisa mengatakan yang benar itu benar dan yang salah harus mendapat sanksi dari perbuatannya. 

11.  Sebuah ungkapan juga menggambarkan bagaimana masyarakat yang berusaha sendiri sehingga sukses, yaitu opor bebek awake dhewek artinya bahwa seseorang yang memetik kesuksesan karena tekad yang kuat dalam dirinya sendiri untuk belajar, berusaha dan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk sebuah kesuksesan.

Sumber Referensi:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17541/1/log-apr2009-5%20%284%29.pdf 
 
;