Jumat, 21 Desember 2012

Cerita Pengantar Filsafat


Suatu siang di bulan Mei sepulang sekolah, Sophie, seorang gadis remaja berumur 14 tahun, melihat dua amplop dan satu kartu pos di kotak surat rumahnya di 3 Clover Close. Kedua amplop surat itu tidak berperangko dan tanpa nama pengirimnya. Didorong rasa ingin tahu, dia segera membuka kedua amplop itu. Didapatinya selembar kertas di setiap amplop. Tiap lembar hanya berisi satu pertanyaan. Pertanyaan di amplop pertama berbunyi: siapakah kamu? Pertanyaan dalam surat kedua berbunyi: dari mana datangnya dunia?
Kisah ini terdapat dalam novel berjudul Dunia Sophie  karangan Jostein Gaarder, seorang penulis produktif dan pengajar filsafat asal Norwegia. Buku aslinya berjudul Sofies Verden terbit tahun1991, kini sudah diterjemahkan ke dalam 53 bahasa, termasuk bahasa Indonesia, dan terjual 30 juta eksemplar di seluruh dunia.
Di kartu pos ada perangko Norwegia, dengan cap pos Batalyon PBB. Kartu itu dialamatkan kepada Hilde Moller Knag, d/a Sophie Amundsen, 3 Clover Close. Di dalamnya terdapat ucapan selamat ulang tahun ke-15 untuk Hilde dari sang ayah. Tidak disebutkan kota asal kartu itu. Sophie sangat pusing menghadapi misteri di balik surat-surat dan kartu pos itu. Ucapan selamat ulang tahun ditujukan bagi Hilde, bukan dirinya sendiri yang  juga akan berulangtahun ke-15 sebulan sesudahnya.

Sophie didera pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab. Misalnya, siapa pengirim surat yang terkesan iseng itu? Siapa yang membawa dan memasukkan surat dan kartu pos itu ke kotak surat?  Lalu, siapakah gerangan Hilde Moller Knag? Tidak ada temannya bernama Hilde. Bagaimana menjawab kedua pertanyaan itu? Dia pusing tujuh keliling. Sejak waktu itu, perilakunya berubah. Lebih sering Sophie menyendiri dan merenung. Di mana saja, kapan saja, kedua pertanyaan itu selalu mengiang-ngiang: siapakah kamu? Dari manakah asalnya dunia?
Jostein Gaarder menulis novel tersebut untuk memperkenalkan filsafat kepada mereka yang baru belajar filsafat, termasuk para remaja seusia Sophie. Itulah sebabnya, ditambahkan subjudul di bawahnya: sebuah novel tentang sejarah filsafat. Gaarder melakukan hal itu karena dia tahu bahwa filsafat tidak mudah bagi para pemula. Belajar filsafat bagi banyak orang dirasakan sebagai beban. Dengan mengemukakan filsafat dalam bentuk novel, Gaarder berharap para remaja – yang memang suka bacaan novel – bisa menikmati pelajaran tentang sejarah Filsafat Barat yang kering. Alhasil, halaman-halaman buku ini senantiasa dibuka dengan rasa ingin tahu yang besar (akan kelanjutan kisah Sophie). Rasa ingin tahu merupakan langkah awal untuk berfilsafat.
Dalam buku itu, Sophie tahap demi tahap mendalami filsafat Barat berkat bimbingan Alberto Knox, seorang pria misterius sejak awal. Keduanya belum pernah berkenalan, dan Sophie hanya tahu bahwa dia itu jago filsafat. Sophie tidak tahu apakah Alberto seorang remaja seperti dirinya sendiri, atau seorang tua. Helene Amundsen, ibu Sophie, pernah menduga itu pacar Sophie. Akhirnya ketahuan bahwa Alberto adalah seorang yang sudah tua.
Di tahap awal, Alberto memberikan kuliah filsafat jarak jauh untuk Sophie. Dia mengirim bahan pelajaran filsafat dalam amplop besar, dihantar oleh pesuruh yang setia, seekor anjing herder. Bahan kuliah mulai dari masa filsafat klasik Yunani, filsafat abad pertengahan, hingga filsafat modern dan Dentuman Besar. Pada tahap yang telah direncanakan, Sophie dan guru filsafatnya itu sudah bisa bertatap muka dalam kuliah filsafat.
Sejak “bergaul” dengan sang profesor, perangai Sophie berubah. Dia lebih sering menyendiri dan merenung. Persahabatannya dengan Johana, teman akrabnya, mulai renggang sebab kegiatan yang mereka lakukan selama ini di waktu senggang, seperti main badminton, tidak disukai Sophie lagi. Sophie menganggap itu hal-hal remeh yang tidak perlu diperhatikan. Dia lebih suka dengan hal-hal penting yang menyangkut manusia dan kehidupan. Sampai-sampai ibunya menyangka bahwa puterinya itu mulai mengkonsumsi narkoba.
Pemahaman filsafatnya bertambah secara bertahap, pelan tapi pasti, seiring dengan perjalanan bab-bab dalam novel. Dua pertanyaan filosofis itu akhirnya bisa dijawab berkat bimbingan Alberto. Kuliah Filsafat yang kering dibuat bergairah oleh cerita novel yang penuh warna itu.
Kalau Gaarder menulis novel filsafat, Louis O. Kattshoff, dalam bukunya Pengantar Filsafat (1992) mencuplik kisah kematian tragis Socrates untuk menjelaskan arti filsafat. Socrates divonis mati oleh pengadilan Athena dengan tuduhan merusak kaum muda di kota itu. Di pengadilan Socrates terbukti bersalah, dan dihukum mati dengan minum racun. Teman-temannya – banyak di antaranya orang-orang kaya -  sebetulnya bersedia menyuap para sipir penjara, agar Socrates dapat melarikan diri. Tapi, Socrates menolak tawaran itu, sebelum menimbang-nimbang apakah kabur dari penjara itu tindakan yang layak dia lakukan.
Socrates dan teman-temannya itu berdiskusi. Mula-mula mereka membahas alasan-alasan yang membenarkan pelariannya dari penjara. Sesudah itu Socrates mengajukan alasan-alasan yang tidak membenarkan dia untuk lari dan mereka membahasnya. Alhasil, mereka menyimpulkan bahwa tidak baik kalau Socrates melarikan diri. Diskusi mereka berakhir di sini, dan Socrates kemudian bertindak berdasarkan kesimpulan tadi: tetap tinggal di penjara. Pada waktu yang ditentukan dia minum racun, lalu …mati.
Dengan mengemukakan kisah Socrates itu, Kattshof mau menegaskan bahwa filsafat itu tidak lain merenung, bertanya, menimbang-nimbang, seperti yang dilakukan Socrates dan teman-temannya. Filsafat adalah analisis secara hati-hati atas penalaran-penalaran tentang suatu hal, dan menyusun secara sistematis sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan. Ini berarti meragukan segala sesuatu, tidak menerima sesuatu begitu saja tapi bertanya, mempermasalahkannya, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang lain, bertanya “mengapa?” serta mencari jawaban yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan kata lain, filsafat adalah bertanya terus-menerus karena rasa ingin tahu akan kebenaran.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;